Bab 2. Sifat Realitas
Karya Terjemahan :
Science, Philosophy, and Physical Geography by Robert Inkpen.
Disclaimer : Buku “Science, Philosophy, dan Physical Geography” oleh Robert Inkpen diterjemahkan oleh S.T Pradopo dalam rangka tugas mata kuliah Filsafat Ilmu Pengetahuan Program S3 Ilmu Geografi. Tidak digunakan untuk kepentingan komersial. Harap selalu mencantumkan pengarang dan sumber referensi apabila ada pihak-pihak yang ingin menggunakan. Terimakasih.
Ringkasan
Geografi fisik mempelajari kenyataan dianggap sebagai entitas eksternal dan dapat dipelajari. Meskipun mereka tidak pernah dapat memiliki pengetahuan mutlak terhadap realitas eksternal ini mereka dapat mengatur dan menggunakan informasi untuk berdebat dan mencapai kesepakatan tentang sifat representasi mereka tentang realitas. Positivisme logis percaya kemungkinan untuk merasakan kenyataan sebagaimana galibnya dan bahwa mungkin untuk menemukan hukum yang sebenarnya mengenai entitas riil melalui informasi sensor. Penelitian diarahkan untuk membuktikan realitas sebagaimana seperti yang kita percaya itu harus menjadi. Rasionalisme kritis mengambil pandangan yang lebih kritis dari pencarian atas sebuah realitas. Para rasionalis kritis melihat pengujian dan memalsukan ide sebagai fitur penting dari penelitian ilmiah. Pengetahuan tidak pernah pasti atau mutlak, itu hanya ide-ide yang kita belum dapat dibuktikan yang kita terima sebagai kebenaran untuk saat ini. Dalam kedua filosofi, penalaran induktif dan deduktif digunakan untuk menjelaskan realitas. Penalaran deduktif adalah satu-satunya metode argumen konsisten dan logis, tapi kecuali terhubung dengan realitas melalui penilaian empiris, ini dapat menghasilkan argumen yang tidak valid.
Realisme kritis menyoroti sifat realitas yang dibedakan dan bertingkat, asimetris antara yang nyata dan aktual. Semua yang kita dapat diamati adalah yang sebenarnya, tapi ini adalah refleksi dari struktur dan mekanisme yang mendasari realitas. Menilai ide masih lebih sulit dalam realisme kritis, namun pengujian hipotesis tentang suatu realitas masih merupakan sarana utama dalam bentuk pemahaman. Pragmatisme menekankan pentingnya citra mental terhadap realitas yang dimiliki oleh peneliti dalam memahami realitas tersebut. Setiap pengujian ide membuat penggunaan entitas sebagai tanda, sebagai penanda ide dan pengelompokan realitas. Jaringan tanda-tanda yang bersifat dapat diinterpretasi dimana entitas tersebut merupakan bagiannya, bukanlah jaringan yang tertutup. Hubungan selalu terbuka untuk diinterpretasi ulang dan entitas dapat menjalani negosiasi ulang. Objek dan subjek penyelidikan tidak dapat dengan mudah dipisahkan.
Memahami kenyataan semakin menjadi dialog antara peneliti berbasis sosial dan realitas. Ide-ide peneliti dipandu oleh teori, sebagaimana sarana yang mana sebuah realitas diselidiki dan metodologi digunakan. Teori menyediakan kerangka kerja untuk memutuskan apa yang harus dipelajari, bagaimana mempelajarinya dan bagaimana menafsirkan hasil dialog.
Versi lengkap Bab 2. Silahkan menghubungi kontak saya, atau meninggalkan pesan di kolom komentar.